DEFINISI ANAK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sahabat, seperti yang telah kita ketahui bahwa anak merupakan manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan, anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan oang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar. Maka dari itu, anak perlu bimbingan orang dewasa atau kedua orang tua supaya anak-anak dapat berkembang sesuai dengan usianya dan seluruh tahapan pekembangannya bisa terpenuhi.
Mempunyai anak merupakan dambaan dan harapan setiap ayah bunda, mereka adalah hasil cinta kasih kedua orang tuanya. Buah hati, pelipur lara, pelengkap keceriaan rumah tangga, investasi masa depan, investasi pelindung orang tua ketika mereka telah lanjut usia.
Namun, tidak dipungkiri kenyataannya hidup didunia ini ada anak yang telah menjerumuskan dan mencemarkan nama baik keluarga akibat sikap anak yang menyimpang terhadap aturan dan norma yang berlaku, menyengsarakan kedua orang tuanya, Naudzubillah.
Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya akan menyeretnya ke neraka. Banyak sekali orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalihah karena, do’a anak shaleh dan shalihah akan menjadi amalan yang terus mengalir terlebih ketika kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. sebagaimana sabda Rasullulloh SAW :
“Jika anak Adam meninggal dunia terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga perkara yaitu : Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya.” (HR. Muslim).
Sebelumnya dikisahkan bahwa suatu hari Rasullulah ditanyai mengenai hak-hak anak dari seorang Ayah. Beliau mengutip Qs. At-Tahrim : 6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Beliau melanjutkan, “Hak-hak seorang anak dari ayahnya ialah mengajari menulis, membaca, berenang, dan memanah.” Dan di suatu waktu yang berbeda beliau berkata, “Hak seorang anak dari ayahnya ialah memberi nama yang bagus, mendidik adat, dan sopan santun. Ketika sudah baligh, menikahkannya dan mengajarinnya membaca kitab.
Sahabatku, di dalam Al-Qur’an telah diterangkan 4 macam tipe kedudukan anak dalam hubungannya dengan orang tuanya. Apakah itu? Mari simak baik-baik penjabaran dalam Al Qur’an berikut ini :
Pertama ; FITNATUN (Ujian)
Dalam QS. Al Anfaal 8 : 28
” Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
Sebagai Fitnatun/fitnah yang dapat terjadi pada kedua orang tua manakala anaknya bebuat yang durhaka dan menyimpang tidak sesuai dengan aturan norma yang berlaku. Seperti, mengkonsumsi narkoba, pergaulan bebas, tawuran pelajar, penipuan dsb. Yang intinya dapat membuat resah kedua orang tuanya.
Kedua ; ZIINATUN HAYAT (Perhiasan Dunia)
Perhatikan Q.S. Al Kahfi 18 : 46
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Sebagai perhiasan dunia artinya lebih baik untuk menjadi harapan, harapan kedua orang tua ketika anaknya rajin dan taat dalam beribadah, berbakti kepada kedua orang tua, sopan dan santun terhadap orang ada disekitar ataupun yang dimaksud anak sebagai perhiasan dunia adalah bahwa orang tua merasa sangat senang dan bangga dengan berbagai prestasi yang diperoleh oleh anak-anaknya, sehingga dia pun akan terbawa baik namanya di depan masyarakat.
Ketiga ; QURROTA A’YUN (Penyejuk Hati)
Simak dalam QS Al Furqaan 25 : 74
"Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
Sebagai Qurrata a’yun (penyejuk hati kedua orang tua). Ini kedudukan anak yang terbaik yakni manakala anak dapat menyenangkan hati dan menyejukan mata kedua orangtuanya. Ketika anak ditunjukkan untuk beribadah maka anak akan segera melaksanakannya, ketika anak diperintahkan untuk belajar anak akan langsung mentaatinya. Mereka juga anak-anak yang baik budi pekerti dan akhlaknya, ucapannya santun dan tingkah lakunya sangat sopan, serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Keempat ; ‘ADUWWUN (Musuh)
Inilah yag paling dikuatirkan, simak QS. At Taghaabun 64 : 14
“Hai orang-orang mu’min, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Sebagai ‘Aduwwun (musuh orang tuanya) yang dimaksud anak sebagai musuh adalah dimana ketika anak menjerumuskan keluarganya pada hal-hal yang tidak dibenarkan agama. Kenyataan kehidupan menunjukkan bahwa tidak sedikit anak yang berseteru dengan orang tuanya, misalnya orang tua yang diperkarakan oleh anaknya akibat perebutan harta warisan, anak yang menuntut hal berlebihan diluar kesanggupan orang tuanya bahkan sampai membunuh, Na’udzubillahi mindzalik. Ada juga anak yang lebih mencintai kekasihnya ketimbang aqidahnya sehingga dengan mudah ia menggadaikan agamanya, Innalillahi. Maka jika sudah begini bukan hanya menyiksa orang tua didunia tapi akan dipertanggung jawabkan diakhirat nanti.
Berbagai kejadian yang tidak dibenarkan agama pada zaman sekarang ini sungguh membuat hati miris. Tapi bersyukurlah bagi orang tua memiliki anak-anak yang tetap dalam nilai-nilai agama. Jagalah anak-anak kita karena mereka merupakan sebuah anugerah dan amanah (titipan) dari Allah SWT. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memperhatikan kebutuhan perkembangan anaknya, agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan dan usianya. Selain itu, orang tua harus memperhatikan lingkungan sosial ketika anak berteman dengan teman sebayanya karena lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aspek-aspek perkembangannya. Karena teman juga sangat berpengaruh kepada perkembangan kepribadian serta akhlak mereka. Orang tua hendaknya menjadi figure atau contoh buat anak-anaknya. Karena anak merupakan cermin dari orang tuanya.Jika orangtuanya rajin shalat berjama’ah misalnya, maka anak-pun akan mudah kita ajak untuk shalat berjama’ah. Jika orang tua senantiasa berbicara dengan sopan dan lembut, maka anak-anak mereka-pun akan mudah menirunya.
“Semoga kita semua diberi kekuatan dan kemudahan dalam membina dan mengarahkan anak-anak kita kepada kelompok qurrota a’yun, sehingga mereka menjadi penyejuk hati, dan pembawa kebahagiaan bagi kedua orangtuanya baik di dunia maupun di akhirat.” Aamiin..
Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat.
***
Disempurnakan di malam hari, Bandung, 24 Januari 2018
Oleh seorang hamba yang sangat butuh ampunan Rabb-nya,
Referensi :
Mas Udik Abdullah. (2005). Bila Hati Rindu Menikah. Yogyakarta : Pro-U Media.
Sibel Eraslan. (2015). AISYAH : Wanita yang hadir dalam mimpi Rasullulloh. Jakarta : Kaysa Media
Sujiono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks
Penulis : Siti Nur Uswatun Hasanah
Artikel : Departemen Keagamaan HIMA PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya